Keperawatan
bukanlah profesi yang statis dan tidak berubah melainkan profesi yang terus
bergerak menuju masa depan. Profesi tersebut terus berkembang secara terus
menerus sejalan dengan perkembangan dinamika masyarakat, globalisasi, dan
tantangan ekonomi. Dinamika keperawatan juga sejalan dengan masyarakat yang
berubah, sehingga pemenuhan dan metode perawatan berubah, karena perubahan gaya
hidup.
Perubahan
dunia keperawatan yang diharapkan harus disesuaikan dengan keadaan dan
lingkungan sosial di Indonesia. Namun, perubahan tersebut bukanlah perkara
mudah. Jalan menanjak penuh tantangan harus dihadapi bahkan ketika memulai
menjalani perubahan tersebut.
Nursepreneur sebagai agent
of change harus berusaha menunjukkan jati diri menghadapi banyak
tantangan global saat ini baik tantangan internal maupun eksternal. Tantangan
tersebut semakin meningkat seiring tuntutan menjadikan profesi perawat yang
dihargai profesi lain dan khalayak umum. Salah satu tantangan yang patut
mendapat perhatian khusus bagi seorang nursepreneur yaitu
dampak konsep entrepreneurship dalam bidang keperawatan yang
erat kaitannya dengan profesionalisme pelayanan keperawatan kepada masyarakat.
Tantangan
tersebut sudah seharusnya disikapi secara serius oleh seorang nursepreneur agar
keperawatan di Indonesia ke depan lebih siap untuk berkompetisi di era
globalisasi. Beberapa dampak entrepreneurship dalam bidang
keperawatan antara lain: keseimbangan antara kualitas dan akses pelayanan
kesehatan, dampat teknologi, penanggung jawab mutu pelayanan keperawatan, serta
isu etik dengan insentif keuangan.
1. Keseimbangan antara kualitas dan akses pelayanan kesehatan
Dengan
jiwa entrepreneurship, masalah sehari-hari yang dihadapi perawat dapat
menjadi uang. Hal tersebut dikarenakan seorang nursepreneur memiliki
orientasi pada keuntungan. Sebagai contoh, masalah menumpuknya botol infus
bekas, abocate yang tak terpakai, penunggu pasien, terpisahnya
orang tua yang sakit dengan anak, dan sebagainya.
Semua
hal tersebut dapat dijadikan ladang menggali keuntungan perawat dalam
menjalankan bisnisnya. Sehingga hal yang dikhawatirkan ketika perawat
mengimplementasikan bisnisnya akan berdampak pada keseimbangan antara kualitas
pelayanan kesehatan dan akses keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan
tersebut. Pelayanan kesehatan akan mengalami perubahan paradigma dari
berorientasi kemanusiaan bergeser ke orientasi bisnis.
Paradigma
pelayanan kesehatan yang berorientasi ke bisnis menuntut tidak hanya berorientasi
kemanusiaan tapi juga berorientasi pada keuntungan. Pada akhirnya pelayanan
kesehatan pun tidak dikelola dengan profesional. Kualitas pelayanan
kesehatan, keterjangkauan biaya oleh klien, peningkatan kualitas,
serta kuantitas sarana medis menjadi hal yang rawan ketika terjadi pergeseran
paradigma pelayanan kesehatan yang berorientasi ke bisnis.
Perawat
yang memiliki jiwa entrepreneurship juga dikhawatirkan akan
berdampak pada pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Nursepreneur akan
sibuk berorientasi pada keuntungan semata dalam memberikan asuhan keperawatan
ke pasien. Pelayanan kesehatan kepada pasien menjadi seadanya dan tidak sesuai
standar asuhan keperawatan yang sudah ditetapkan ketika tidak ada nilai
keuntungan yang akan didapatkan.
Jika
mereka tidak berorientasi pada keuntungan akibat pelayanan yang diberikannya,
maka mereka akan kehilangan sumber pemasukan tambahan dari pelayanan kesehatan
yang telah diberikan. Padahal, keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan
profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan
pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual
yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat, baik
sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Perry &
Potter, 2005).
2. Dampak Teknologi
Memasuki
dunia usaha yang makin kompetitif, seorang nursepreneur harus memiliki kecerdasan
menangkap peluang usaha. Dunia usaha zaman sekarang telah melahirkan
kreatifitas dan inovasi yang cukup tinggi. Dunia marketing atau pemasaran saat
ini sudah bertransformasi, dari media tradisional ke media digital.
Oleh
karena itu, seorang nursepreneur harus
melek teknologi. Bayangkan jika seorang nursepreneur tidak
dapat menggunakan komputer. Padahal, perkembangan teknologi begitu pesat dewasa
ini. Kehadirannya membawa suatu perubahan yang berarti. Segala hal menjadi
terasa lebih praktis dan serba instan.
Nursepreneur yang
memiliki kreaktivitas dan kemampuan dalam memanfaatkan sesuatu untuk
dikembangkan menjadi peluang usaha baru mempunyai peranan penting dalam
menciptakan inovasi teknologi dalam bidang keperawatan untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan. Contohnya saja saat ini sudah diterapkan teknologi dalam
pelayanan asuhan keperawatan seperti sistem registrasi online, penggunaan robot
untuk merawat pasien, telenursing,
dan berbagai hal lainnya. Dengan teknologi tersebut, perawat dapat melakukan
pengumpulan database pasien, organizer,
mengakses secara cepat informasi tentang obat dan penyakit, perhitungan
kalkulasi obat dan juga bisa digunakan untuk membuat rencana asuhan
keperawatan.
Selain
itu, perawat sebagai salah satu bagian dari tenaga kesehatan yang meliputi
pelayanan terhadap masyarakat mulai dari tahap promotif, preventif, sampai
rehabilitatif, dapat menggunakan teknologi sebagai promosi kesehatan yang
efektif dan bisa diakses oleh siapapun.
Kemajuan
teknologi di bidang keperawatan memang dapat memberikan banyak manfaat terutama
dalam pemerataan akses dan informasi terhadap kesehatan, namun banyak juga
pihak yang khawatir terhadap dampak buruk yangakan ditimbulkannya dari kemajuan
teknologi kesehatan tersebut.
Contohnya
adalah berkembangnya teknologi tentang penyedia informasi kesehatan atau alat
diagnosa kesehatan yang dapat digunakan sendiri sehingga membawa kekhawatiran
terhadap eksistensi profesi perawat di tengah-tengah masyarakat. Bagaimanapun
teknologi tetaplah sebuah alat untuk kehidupan manusia, jika tidak bijak
menggunakannya tetap akan membawa keburukan untuk kehidupan manusia
3.
Penanggung Jawab Mutu
Pada era
bisnis modern saat ini, rumah sakit dihadapkan pada dua pilihan besar, yaitu
fungsi pelayanan kesehatan dan bisnis murni (profit
orientated). Bahkan rumah sakit swasta yang jelas berorientasi pada
bisnis yang kental dalam industri pelayanan kesehatan ini harus berjuang untuk
tetap survive dari
lahan yang harus dikelola dengan mindset bisnis.
Padahal rumah sakit memiliki tanggung jawab besar di bidang kesehatan serta
dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan bermutu tinggi dari masyarakat.
Tanggung jawab moral rumah sakit sudah seharusnya lebih mengedepankan
profesionalisme, bukan untuk orientasi kapitalisme semata.
Peningkatan
mutu sebagai salah satu upaya merupakan tujuan fundamental dari pelayanan
kesehatan, yakni melindungi pasien, tenaga kesehatan, dan organisasi tersebut.
Mutu tidak akan pernah dicapai dalam jangka waktu yang singkat. Hal tersebut
memerlukan waktu yang sangat bervariasi tergantung dari standar mutu yang
diinginkan.
Hal
tersebut merupakan suatu proses dengan output akan
dapat terlihat pada program jangka menengah ataupun program jangka panjang.
Mutu pelayanan kesehatan yang tinggi dapat diwujudkan dalam bentuk pelayanan
prima di bidang kesehatan, khususnya dalam bidang keperawatan. Profesionalisme
perawat sangat diharuskan untuk memberikan pelayanan komprehensif yang mampu
memuaskan konsumen dan mampu menciptakan loyalitas pelanggan.
Profesionalisme
perawat tersebut akan diukur melalui proses akreditasi ataupun evaluasi mutu
yang lain. Profesionalisme pelayanan keperawatan merupakan pekerjaan terpenting
yang harus dilakukan profesi perawat dalam meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan. Profesionalisme pelayanan keperawatan merupakan proses pengakuan
terhadap perawat yang dinilai dan diterima secara spontan oleh masyarakat
sehingga diharapkan dapat merubah pandangan masyarakat sedikit demi sedikit.
Proses
tersebut tidaklah semudah membalikkan tangan. Profesionalisme perlu
dipersiapkan dengan baik, berencana, berkelanjutan. Selain itu, profesionalisme
juga memerlukan waktu yang lama agar perawat dapat belajar untuk bekerja lebih
baik.
Perawat
harus mampu menyuguhkan profesionalisme pelayanan kepada masyarakat. Perawat
dapat merubah pandangan masyarakat dengan cara berperilaku baik, pemberian
intervensi yang bertanggung jawab, serta tunjukkan sikap profesional. Perawat
dituntut mengembangkan potensi diri untuk berpartisipasi aktif dalam sistem
pelayanan kesehatan di Indonesia sesuai dengan tuntutan profesi dan kebutuhan
masyarakat agar keberadaan profesi perawat mendapat pengakuan dari masyarakat.
Perawat
juga harus menjadikan tantangan tersebut sebagai pemicu adrenalin untuk
membuktikan jati diri sebagai seorang perawat yang profesional dengan segala
atribut yang menyertai proses profesionalisme perawat. Pada akhirnya,
masyarakat akan menilai wajar terhadap orientasi bisnis yang disuguhkan rumah
sakit seiring dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang diterima.
4. Isu Etik dengan Insentif Keuangan
Perkembangan
dunia entrepreneurship yang
pesat membawa dampak yang luas dalam berbagai aspek termasuk pelayanan
kesehatan. Hal yang wajar ketika lembaga pelayanan kesehatan pada umumnya atau
rumah sakit pada khususnya memperoleh keuntungan dari proses penyembuhan yang
mereka lakukan, asalkan berada dalam batas-batas norma yang ada. Norma–norma
yang termaktub dalam kode etik rumah sakit, yang mencerminkan bagaimana bisnis
rumah sakit dijalankan sehingga pada akhirnya rumah sakit dapat memperoleh
kepercayaan dari masyarakat.
Weber
(2001) dalam buku berjudul Business
Ethics in Health Care: Beyond Compliance berpendapat bahwa
dalam menjalankan etika, lembaga pelayanan kesehatan harus memperhatikan tiga
hal yaitu: (1) sebagai pemberi pelayanan kesehatan; (2) sebagai pemberi
pekerjaan; dan (3) sebagai warga negara. Weber menyatakan bahwa tiga hal
tersebut merupakan ciri–ciri organisasi pelayanan kesehatan yang membedakannya
dengan perusahaan biasa. Dasar etika bisnis pelayanan kesehatan adalah komitmen
memberikan pelayanan terbaik dan menjaga hak-hak pasien (Trisnantoro,
2009).
Berdasarkan
buku Weber (2001) juga terdapat sebagian etika bisnis pelayanan kesehatan
yang berhubungan langsung dengan prinsip-prinsip ekonomi yaitu biaya dan mutu
pelayanan, insentif untuk pegawai, kompensasi yang wajar, dan eksternalitas
(Trisnantoro, 2005). Pelayanan keperawatan juga merupakan bagian pelayanan
kesehatan sehingga isu etika kesehatan juga menjadi isu etika keperawatan.
Ciri-ciri tersebut dapat dipergunakan sebagai pedoman bagi nursepreneur dalam
menyusun strategi membangun atau mengembangkan bisnisnya.
Dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, tidak dapat dihindarkan munculnya
insentif keuangan untuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang berhubungan
dengan besarnya revenue rumah
sakit atau berdasarkan kinerja keuangan rumah sakit.
Sebagai
bagian dari etika bisnis, rumah sakit harus memberikan gaji dan pendapatan lain
yang cukup untuk sumber daya yang bekerja di rumah sakit. Rumah sakit sebagai
layaknya lembaga tempat bekerja harus memberikan kompensasi bagi stafnya secara
layak.
Namun,
fakta yang terjadi saat ini, suatu tindakan tidak etis ketika pihak rumah sakit
menggaji perawat berdasarkan upah minimum pekerja karena perawat mempunyai
risiko tinggi tertular penyakit dan mempunyai pola kerja shift merupakan risiko
hidup tidak sehat. Padahal, pada kasus lain, petugas bagian Radiologi telah
mendapatkan tunjangan khusus dan pemberian makanan tambahan untuk menghadapi
risiko akibat radiasi.
Rumah
sakit pemerintah pun saat ini menganggap hal biasa jika gaji dan pendapatan
perawat rendah. Hal tersebut merupakan pengaruh konsep misionarisme masa lalu
yang menempatkan para perawat sebagai pegawai misi yang bekerja bukan atas
dasar profesionalisme tapi berdasarkan motivasi surgawi. Dampak penerapan
tersebut menjadikan perawat diperlakukan sebagai aparat pemerintah, bukan
sebagai profesional.
Akibatnya
untuk mendapatkan pendapatan lain, perawat tidak hanya pada satu rumah sakit.
Dalam hal ini, rumah sakit, sebagai tempat bekerja, berperilaku tidak etis
dalam hal mengatur pendapatan perawat. Ketidaketisan tersebut terutama dalam
memberikan kompensasi jauh di bawah standar profesional. Memang masalah penting
dalam hal ini berkaitan dengan berapa standar pendapatan perawat. Tanpa standar
pendapatan tersebut sulit bagi rumah sakit dan para profesional melakukan
penilaian mengenai masalah tersebut.
Selain
itu, sistem pembayaran insentif eksklusif yang diberikan rumah sakit kepada
dokter, dimana dokter dibayar berdasarkan tindakan yang dilakukan (fee for service). Namun hal
tersebut, tidak berlaku bagi tenaga kesehatan lainnya termasuk perawat.
Padahal, dalam etika bisnis pemberian insentif sebaiknya dilakukan berdasarkan
kriteria mutu tertentu yang mempengaruhi kinerja pelayanan kesehatan.
Suatu hal
yag memprihatinkan apabila dokter sering meninggalkan pasien di rumah sakit
untuk bekerja di tempat lain. Mereka justru mendapat insentif tinggi karena
senioritas bukan pada jumlah maupun mutu pekerjaan. Oleh karena itu, penting
bagi seorang nursepreneur memahami
etika bisnis dan etika keperawatan dalam menjalankan bisnisnya terutama
kaitannya dengan sistem insentif keuangan.
Ketika
membangun atau mengembangkan bisnisnya, seorang nursepreneur memang
pasti ada harapan bahwa individu, kelompok, maupun masyarakat akan
menggunakannya, baik orang yang sakit maupun sehat. Namun, seringkali
seorang nursepreneur terbentur
dengan beberapa isu yang terkait dengan etika keperawatan itu sendiri.
Pelayanan keperawatan bagi seorang nursepreneur memiliki
sifat khusus.
Sifat
khusus tersebut menimbulkan kebutuhan akan norma-norma dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien. Etika bisnis pelayanan keperawatan berkaitan dengan
isu ekonomi yang akan banyak menggunakan pernyataan-pernyataan yang sifatnya
normatif antara lain, apabila nursepreneur menyusun
rencana strategis, apakah kegiatan itu berarti mengharapkan orang menjadi
sakit? Apakah ada etika bisnis bagi nursepreneur dalam
menjalankan bisnisnya?
Jika ada,
nilai apa yang akan dipergunakan? Apakah nursepreneur secara etik layak memberikan
pelayanan keperawatan yang membedakan seorang pasien dengan yang lainnya sesuai
dengan keuntungan yang akan didapatkannya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya
dapat dijawab dengan pemahaman akan etika keperawatan serta penggunaan etika
tersebut dalam menjalankan bisnisnya.
Berbisnis
dalam bidang keperawatan tidak ada ilmu yang paling relevan digunakan perawat
dengan jiwa entrepreneur,
sehingga akan menimbulkan masalah yang kaitannya dengan uang. Bahkan banya
perawat beranggapan bahwa berbisnis di bidang keperawatan bertentangan dengan
kode etik dan nilai-nilai keperawatan. Kerapkali pelaku bisnis tidak
mengindahkan aturan-aturan, norma-norma serta nilai moral yang berlaku dalam
bisnis karena bisnis merupakan suatu persaingan, sehingga pelaku bisnis harus
memfokuskan diri untuk berusaha dengan berbagai macam cara dan upaya agar bisa
menang dalam persaingan bisnis yang ketat.
Nursepreneur juga
dianggap akan menurunkan penilaian masyarakat terhadap perawat. Selain itu,
untuk menghindari terjadinya konflik personal, perawat lebih senang bekerja di
klinik tempat praktik dokter dibandingkan menjalankan fungsi mandiri dari
perawat itu sendiri. Sehingga pada akhirnya eksistensi perawat di mata
masyarakat dianggap tidak ada perannya.
Namun,
anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar karena ternyata beberapa pelaku bisnis
dapat berhasil karena memegang teguh kode etis dan komitmen moral tertentu.
Bahkan seorang pelaku bisnis yang ingin mematuhi dan menerapkan aturan moral
atau etika akan berada pada posisi yang menguntungkan. Sama halnya dengan berbisnis
di bidang keperawatan, seorang nursepreneur harus
berpegang teguh pada etika keperawatan dalam menjalankan bisnisnya.
*
Tulisan ini merupakan salinan ulang dari buku penulis sendiri, Rio Febrian
(2015), yang berjudul “Nursepreneurship: Gagasan & Praktik Kewirausahaan
dalam Keperawatan”
ConversionConversion EmoticonEmoticon